Program DIGITALISASI Desa Lelet, Tidak Tersedianya SDM Hingga Tarik Ulur Tanggung Jawab penyebabnya
Dari 15 desa/gampong yang jadi prioritas kementrian untuk jadi desa percontohan hanya sekitar 7 desa yang aktif dan mudah kita bina

ACEH NETWORK | ACEH TIMUR – Dengan disahkannya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, desa diberikan kesempatan yang besar untuk mengurus tata pemerintahannya sendiri serta pelaksanaan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kwalitas hidup masyarakat didesa.
Ada beberapa poin dalam undang-undang tersebut hingga UU lainya sampai Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Mentri yang terfokus pada bidang digitalisasi yang memudahkan desa untuk berkembang dalam bidang administrasi dan tatakelola pemerintahan, serta kemudahan akses masyarakat untuk mengontrol pemerintahan yang berjalan sesuai amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik serta aturan lainya yang bertuyjuan mendorong kemandiirian desa.
Ada setidaknya 14 aplikasi yang harus ada di setiap desa yakni,
- Siskeudes (Keuangan)
- Sipades (Aset Desa)
- Prodeskel (Profil Desa)
- Epdeskel (Perkembangan desa)
- Siks-NG / DTKS (Kemiskinan)
- SIAK Registrasi Penduduk
- DJP Online (Pajak Nasional)
- e-SPPT (Pajak PBB)
- SIPD dan EPLANNING(Perencanaan).
- Sistem Informasi Desa (SID)
- Om-SPAM (Keuangan link Kemenkeu)
- eHDW (Pencegahan Stunting)
Serta Masih banyak Aplikasi pendukung lainnya untuk menunjang kemajuan desa serta untuk memudahkan masyarakat menjadi bagian dari kontrol pemerintahan yang diamanahkan sesuai Amandemen undang-undang Dasar 1945, serta untuk menunjang percepatan lima butir dasar PANCASILA sampai ke masyarakat terbawah didesa.
Merujuk pada hal-hal tersebut di atas, Aceh timur yang memiliki 513 desa yang meliputi 24 kecamatan dengan jumlah penduduk mencapai 454,72 ribu jiwa pada tahun 2024, termasuk Kabupaten yang gagal melaksanakan Digitalisasi dengan serapan hanya beberapa desa yang aktif menjalankan aplikasi tersebut, bahkan menurut salah satu Duta Digital dari program kementrian, hanya 7 desa dari 15 desa prioritas program kementrian di Aceh Timur yang aktif memanfaatkan Website.
“Dari 15 desa/gampong yang jadi prioritas kementrian untuk jadi desa percontohan hanya sekitar 7 desa yang aktif dan mudah kita bina, Banyak kendala yang kita temukan di lapangan, salah satunya tidak tersedianya SDM didesa-desa menjadi awal mula penyebabnya” jelasnya
Tidak hanya permasalahan SDM, menurutnya tarik ulur tanggung jawab di tingkat Dinas terkait serta tidak tersedianya anggaran, honor oprasional Operator, juga penyebab lambannya program tersebut berjalan.
“Banyak sekali masalah terkait program tersebut yang jadi penyebab lamban bahkan kita berani bilang gagal, dari mulai tarik ulur tanggung jawab antara Dinas DPMG dan Kominfo hingga keuchik tidak menyediakan anggaran khusus untuk honor operator dengan berbagai alasan”, tambahnya
Untuk menjalankan system Website banyak hal yang harus dilakukan dari mulai pelatihan sampai pemusatan prioritas anggaran dari pemerintah desa, Pemerintah Daerah sampai Pemerintah pusat, sihingga program prioritas tidak sebatas konsep dan wacana semata,
“Yang saya temui dilapangan dari mulai 2021 sampai akhir tugas bulan November lalu, permasalahan berputar-putar disitu saja seolah Website hanya wacana tampa adanya tindakan nyata dari pemangku kepentingan di pemerintahan, jelasnya lagi
Tidak adanya kepedulian khusus serta tidak terkontrol secara masif juga menjadi kendala lainnya yang membuat program yang sudah diatur dari mulai Undang-undang sampai Peraturan Mentri tersebut, bahkan Pelatihan Operator terindikasi sebatas seremonial.
“Setau saya program ini sudah lama berjalan meski perlahan dan belum menyeluruh, ada beberapa desa dan kecamatan memang sudah melakukan pelatihan operator khusus untuk menjalankan aplikasi, namun sampai saat ini hanya sebatas pelatihan di kecamatan setelah itu tidak ada kelanjutan atau kontrol dari pihak terkait agar program ini tidak jalan di tempat dan hanya sebatas website kosong tampa informasi”. tutupnya, BERSAMBUNG***