Kawai Energi dan Investasi Mimpi Kemakmuran Disiang Bolong
karena sampai saat ini belum ada hilal apapun dari investasi tersebut, yang lebih miris lagi berhembus kabar bahwa KSO PT.Pertamina EP Rantau Field tersebut masih berhutang kepada pihak swasta yang mencapai milyaran

ACEH NETWORK | ACEH TIMUR- 28 November 2017 menjadi awal mula mimpi indah Aceh Timur menjadi daerah penghasil migas hampir menjadi nyata, bagaimana tidak ,! Daerah dengan jumlah penduduk 454,72 ribu jiwa pada tahun 2024 tersebut, untuk pertama kali dalam sejarah sejak pertama kali minyak ditemukan di Gampong Pasir Putih, Kecamatan Ranto Peureulak, Aceh Timur, pada abad ke-14. akhirnya Bupati Aceh Timur saat itu, Hasballah HM Thaib meresmikan block perlak hasil kerjasama antara Pertamina dan Pemkab Aceh Timur, investor dari China dan Australia, dengan jumlah investasi mencapai US$ 87,842,307 atau Rp 1,1 trilun lebih, dengan luas area WK offshore seluas 76,93 kilometer persegi.
*History*
pada Tahun 1883, seorang pengusaha tembakau dari Langkat mendapat informasi dari penduduk Peureulak bahwa di daerah mereka minyak tanah muncrat dari bawah tanah begitu saja. Si pengusaha lantas memperoleh izin membuka tambang dari Sultan Peureulak. Pada 1895, Sultan memberikan konsesi kepada Holland-Perlak Petroleum Maatschappij (Perusahaan Minyak Tanah Holland-Perlak). Selama masa Belanda, banyak dinamika terjadi dalam eksplorasi minyak di Aceh Timur.
Ketika Jepang masuk pada 1942, babak baru penambangan minyak dimulai, Jepang berhasil membuka ratusan kilang minyak hanya dalam waktu dua tahun,minyak yang dihasilkan dari penambangan lebih banyak digunakan untuk kebutuhan militer.
sumur-sumur minyak itu dikelola militer melalui institusi bernama “Tambang Minjak N.R.I. Daerah Atjeh”. Pada era ini, manajemen tambang tidak tertata baik. Bahkan, beberapa arsip menyebutkan nepotisme tumbuh subur di tambang. Tentara memasukkan anggota-anggota keluarganya yang tak punya keahlian administrasi pertambangan atau perminyakan, namun Setelah Jepang angkat kaki pada 18 Desember 1945, ratusan sumur minyak itu terbengkalai dan sebagian dimanfaatkan masyarakat setempat.
Dalam perjalanan berikutnya, ladang minyak Belanda diambil alih PT Asamera Oil pada 1970. Perusahaan asal AS itu melakukan eksplorasi di Peureulak dan sekitarnya.
Setelah kontrak Asamera berakhir, giliran Conoco Philip mengelola sumur minyak di Peureulak. Pada 2012-2013, sumur minyak tersebut sempat juga dikelola Pacific Oil & Gas, Terakhir semua sumur minyak di Ranto Peureulak dikelola sepenuhnya oleh PT Pertamina (persero).
Dari awal pengurusan pada 2013, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Timur meminta PT Pertamina agar Blok Peureulak bisa dikelola pemerintah kabupaten setempat lewat Badan Usaha Milik Daerah (BUMD): yakni PT Aceh Timur Kawai Energy, hinnga akhirnya Pertamina menyetujui Joint Operation/Kerja Sama Operasi (KSO) pada 2014 dan diresmikan pada november 2017.
Namun sayang mimpi tersebut sirna di telan waktu, bukan malah sukses memakmurkan Aceh Timur namun yang terjadi ribuan tambang-tambang ilegal menjamur mengambil hak kabupaten yang telah di mekarkan pada tahun 2000 oleh Drs. Azman Usmanuddin, M.M Bupati Aceh Timur ke-XVIII, periode 2000-2005, karena sampai saat ini belum ada hilal apapun dari investasi tersebut, yang lebih miris lagi berhembus kabar bahwa KSO PT.Pertamina EP Rantau Field tersebut masih berhutang kepada pihak swasta yang mencapai milyaran.
Bukan hanya mimpi yang tak kunjung nyata investasi yang awalnya menjanjikan harapan malah memakan korban jiwa, yang berujung demo besar-besaran oleh masyarakat tambang, pada tahun 2018 Seribuan warga bersama para penambang sumur minyak sekitar Desa Pasir Putih, Rantau Pereulak, berunjuk rasa ke Kantor DPRK Aceh Timur, menuntut pemerintah untuk memberikan kejelasan soal penambangan sumur minyak tradisional, izin menambang minyak secara legal serta meminta bimbingan dari para pemangku terutama dari pertamina, Kawai Energi serta BPMA yang saat itu baru resmi menjadi Badan Pengawas migas aceh, yang sampai saat ini masih menjadi tabir gelap. Bersambung, Red