Perusahaan Yang Abai Dan Indra Makmu Yang Jauh Dari Kemakmuran
kompleksitas permasalahan ini siapa yang akan mengambil sikap tegas demi cita-cita Negara "Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat." yang terdapat dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945

ACEH NETWORK | Aceh Timur – Kehadiran PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) IV Regional VI KSO dan Pabrik Kelapa Sawit PT. Bugak Palma Sejahtera di tengah-tengah masyarakat Kecamatan Indra Makmu memang membawa angin segar dalam hal ekonomi. Namun, di balik itu, muncul pula sejumlah permasalahan sosial yang menuntut perhatian. Peningkatan volume kendaraan dijalan type C, limbah industri yang mencemari sungai, hingga potensi konflik lahan menjadi tontonan yang seolah tidak memiliki solusi yang Absolut dari Negara dan pemangku kepentingan.
(History singkat)
PTPN Julok, yang sekarang menjadi bagian dari PTPN I, memiliki sejarah yang terkait dengan upaya pemerintah Indonesia dalam mengelola perkebunan di Aceh. Awalnya, PTPN I dimulai sebagai PPN Kesatuan Aceh pada tahun 1961, yang asetnya berasal dari kebun-kebun swasta yang dinasionalisasi. Kemudian, pada tahun 1968, namanya diubah menjadi PN Perkebunan I dan meiliki izin HGU pada tahun 1972 dan telah dilakukan perpanjangan izin HGU pada tahun1999. pada tahun 2010 PTPN I menjalin kerjasama operasi (KSO) dengan PTPN III untuk mengelola Kebun Karang Inong dan Kebun Julok Rayeuk Selatan, yang kemudian menjadi bagian dari PTPN 1, sedangkan untuk Kebun Julok Rayeok Utara atau Desa Perkebunan Julok Rayeuk Utara berdiri pada tanggal 23 Maret 2006 sebagai hasil pemekaran dari Desa Alue Ie Itam. Awalnya, desa ini merupakan desa persiapan, dan kemudian disahkan menjadi desa definitif pada tanggal 5 Mei 2008, yang sekarang diklaim sebagai bagian dari PTPN.
Sedangkan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Bugak Palma Sejahtera adalah perusahaan Swasta yang pada awalnya bergerak dibidang perkebunan sawit lalu berkembang menjadi pabrik pengolahan minyak kelapa sawit (PMKS) yang mengolah Tandan Buah Segar (TBS) dari kebun milik perusahaan serta sawit dari petani yang juga berdiri dan beroperasi di Kecamatan Indra Makmu Kabupaten Aceh Timur, yang sudah mulai beroperasi pada tahun 2021 lalu yang mengolah hasil TBS 200 s/d 500 Ton per/Hari dengan pengolahan mencapai 220.131 kg untuk skala 1 kali Komisioning (Pengoperasian Pengolahan).
Namun sampai detik ini kehadiran perusahaan perkebunan milik negara dan swasta dipedalaman Aceh Timur tersebut belum sedikitpun menyentuh aspek perkembangan, mau dalam segi perekonomian maupun infrastruktur, Konflik lahan yang terus meluas antara Masyarakat Ulayat Seuneubok Bayu dengan PTPN, permasalahan limbah perusahaan yang mencemari sungai, akses jalan lintas yang buruk, kepekaan sosial perusahaan yang kurang, bahkan yang lebih kontradiksi matinya sumber perekonomian yang menyeluruh menjadi sebuah masalah yang sampai saat ini belum memihak masyarakat.
Selama ini masyarakat hanya disuguhkan kegiatan-kegiatan artifisial dan manipulatif yang seolah-olah menunjukan keberpihakan perusahaan seperti yang sudah diamanahkan Negara, namun realita sesungguhnya jauh panggang dari api, kompleksitas permasalahan ini siapa yang akan mengambil sikap tegas demi cita-cita Negara “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” yang terdapat dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Bersambung. Red